(Puisi ini tersiar di Berita Harian, 10 Januari 2010)
Dulu, telah kami hidup di hujung nafas
biar peluh menitik saban saat
darah menyerap tanah
nyawa jadi judian
bangsa jadi caturan
negara dirampas namun
kami tegar di lantai ini
walau merempat di bumi sendiri
maruah Melayu tetap kami gali.
Kini, kami ditusuk ngilu lagi
saat isi juang dirabak kejam
maruah kami dibogel hina
bahasa kami diperkosa rakus
dilacur anak bangsa sendiri.
Aduhai bangsa Melayu!
Apa lagi yang ada
andai akar bahasa dibakar
dijulang api bahasa jajah
yang tak bersuku kata.
Apa yang tinggal lagi
jika hilang arah jati diri
lalu dijarah bahasa kami
tanpa kelumit sesal di hati.
Si Kandil Hijau,
18 Mac 2009
Iskandariah.
Dulu, telah kami hidup di hujung nafas
biar peluh menitik saban saat
darah menyerap tanah
nyawa jadi judian
bangsa jadi caturan
negara dirampas namun
kami tegar di lantai ini
walau merempat di bumi sendiri
maruah Melayu tetap kami gali.
Kini, kami ditusuk ngilu lagi
saat isi juang dirabak kejam
maruah kami dibogel hina
bahasa kami diperkosa rakus
dilacur anak bangsa sendiri.
Aduhai bangsa Melayu!
Apa lagi yang ada
andai akar bahasa dibakar
dijulang api bahasa jajah
yang tak bersuku kata.
Apa yang tinggal lagi
jika hilang arah jati diri
lalu dijarah bahasa kami
tanpa kelumit sesal di hati.
Si Kandil Hijau,
18 Mac 2009
Iskandariah.
0 Lintasan Hati :
Catat Ulasan